herbal pinogu gorontalo april 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengetahuan pemanfaatan tanaman bagi kesehatan merupakan warisan nenek moyang. Sejak dulu tanaman obat ini telah mereka manfaatkan untuk mengatasi penyakit dan meningkatkan kesehatan sebelum adanya pengobatan medis. Terbukti pengobatan tesebut berkhasiat hingga dapat bertahan hingga sekarang (Wijayakusuma, 2003).
Nenek moyang bangsa Indonesia yang sejak dulu telah menekuni pengobatan dengan memanfaatkan aneka tumbuhan ini telah meninggalkan warisan yang amat berharga. Warisan berupa cara pengobatan ini memang turun temurun diajarkan oleh generasi yang terdahulu ke generasi selanjutnya (Muhlisah, 2005).
Manfaat berbagai macam tanaman sebagai obat sudah dikenal luas di negara berkembang maupun negara maju termasuk Indonesia. 70-80% masyarakat Asia dan Afrika masih menggunakan pengobatan tradisional karena kepercayaan mereka bahwa obat tradisional berasal dari bahan-bahan alami dan tidak menimbulkan efek samping. Akan tetapi pengetahuan mengenai obat tradisional diperoleh dari pengalaman dan resep turun menurun dari nenek moyang yang belum teruji khasiatnya secara klinis. Untuk itu diperlukan perbandingan berdasarkan literatur para peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap tanaman yang masyarakat gunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, sehingga nantinya obat jenis tersebut dapat digunakan dengan aman dan efektif.
Masyarakat luas beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan dengan obat kimia atau bahakan keterbatasan penyaluran obata-obatan ke daerah terpencil seperti di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1). Sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit didaerah mereka. Oleh karena itu perlu dibuktikan efek farmakologi maupun efek toksisitas dari tanaman yang mereka gunakan dengan perbandingan literatur para peneliti dari tanaman obat tersebut, karena beberapa informasi menyebutkan bahwa masyarakat memiliki kegemaran meminum hasil perasan campuran herba tanaman bengle, temu putih, kaki kuda, sereh, dan kumis kucing yang dijadikan obat untuk mengobati batuk dan menurunkan demam. Namun apabila penggunaan obat tradisional kurang tepat maka akan menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan masyarakat. Menurut Lu (1995), penggunaan tanaman sebagai obat tradisional dalam jangka waktu panjang bisa saja menyebabkan terjadinya gejala toksisitas seperti toksisitas kronis, karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik karena pada dasarnya senyawa toksik tidak mempengaruhi semua organ secara merata disebabkan adanya perbedaan tingkat kepekaan dari masing-masing organ, kadar bahan kimia atau metabolitnya terhadap organ sasaran serta mekanisme dari pemuliahan setiap organ.
Tanaman lain yang digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit diabetes adalah herba ciplukkan dan daun tanaman kersen yang telah dikeringkan dengan penggunaan secara tersendiri.
Sehingganya pada mata kuliah wawasan budaya kali ini dilakukan observasi ke rumah-rumah penduduk desa yang bertempat di desa pinogu, untuk mengetahui tanaman yang sering mereka gunakan sebagai tanaman obat. Dan cara pengelolahan ramuan obat tersebut.
Rumusan Masalah
Apa itu tumbuhan obat tradisional?
Keunggulan dan kerugian obat herbal?
Apa tanaman obat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1)?
Bagaimana perbandingan tanaman obat dengan literatur penelitian?
Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui apa itu obat tradisional.
Agar mahasiswa dapat 2. Keunggulan dan kerugian obat herbal.
Agar mahasiswa mengetahui tanaman obat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1).
Agara mahasiswa mengetahui perbandingan antara pengetahuan masyarakatdengan yang telah diuji dilaboratorium melalui literatur penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tumbuhan Obat Tradisional
Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak dibawah mikroskop (Hamid et al., 1991). Sedangkan menurut Zuhud (2004), tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi :
1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern, yaitu; jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diduga mengandung senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tumbuhan obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:
1. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.
2. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor).
3. Bagian tumbuhan yang diekstraksi digunakan sebagai obat (Kartikawati, 2004).
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tumbuhan obat di Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai. Sehingga, aspek budidaya perlu dikembangkan sesuai dengan standar bahan baku obat tradisional.
Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back tonature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji praklinis dan uji klinis.
Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ; jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yang merupakan obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis.
2.2 Keunggulan dan Kerugian Obat Herbal
2.2.1 Menurut Suharmiati dan Handayani (2006), keunggulan obat bahan alam antara lain:
1. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan,cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tumbuhan obat untuk indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/ komponen bioaktif tumbuhan obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki.
3. Pada satu tumbuhan bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tumbuhan obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tumbuhan bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tumbuhan tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi.
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit Diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis yang merupakan penyakit metabolik. Penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir), dan pikun (lost of memory).
2.2.2 Menurut Zein (2005), kelemahan tumbuhan obat sebagai berikut:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan berdasarkan daerah tempatnya tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik dibandingkan obat-obatan paten.
4. Kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat.
5. Belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.
Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat, karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme (Zein, 2005).
2.3 Tanaman Obat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1)
Masyarakat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1), hingga sekarang mereka masih mempercayai tanamnan herbal yang ada sebagai obat yang pertama digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit ringan hingga yang terbilang kronis yang ada di daerah mereka.
Jenis-jenis tanaman obat yang digunakan masyarakat hanya sebatas pengetahuan empiris secara tururn temurun dari nenek moyang mereka yang telah dipercayai masyarakat Tulabolo Timur hingga sekarang, yang telah digunakan dan dibuat oleh bidan kampung disana, sebagai tetua yang telah mengetahui tanaman-tanaman yang memiliki begitu banyak khasiat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Tanaman Obat Sebagai Penurun Demam (batuk dan peluruh dahak)
Berbagai tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat Tulabolo Timur salah satunya yaitu:
Rimpang Bengle
Rimpang Temu Putih
Daun Kaki Kuda
Sereh
Pucuk tanaman Kumis Kucing
Tanaman-tanaman di atas digunakan untuk menyembuhkan batuk dan menurunkan demam. Masyarakat mempercai bahwa tanaman tersebut dicampurkan semua bahan. Karena masing-masing tanaman memiliki khasiat yang berbeda-beda, namun tanaman tersebut memiliki tujuan pengobatan yang sama untuk batuk dan demam. Mereka menggunakan rimpang Bengle sebagai penurun demam, pereda dahak dan digunakan untuk mengusir makhluk ghaib, rimpang Temu Putih digunakan sebagai penurun demam, daun tanaman kaki kuda atau pegagan digunakan untuk menurunkan demam, mereka menganggap bahwa daun kaki kuda atau pegagan sebagai tanaman yang pokok digunakan untuk menurunkan demam dan pereda batu berdahak, sereh digunakan untuk meredakan demam, dan tanaman kumis kucing sebagai peluruh kencing, masyarakat mempercayai bahwa jika terjadi demam salah satunya dengan melancarkan buang air kecil (kencing) dapat menurunkan demam. Karena dengan panas yang mengakibatkan demam dapat dikeluarkan melalui pencernaan saluran kencing.
Keterbatasan pengetahuan mengenai kesehatan, masyarakat menggunakan campuran tanaman herbal tanpa mengetahui senyawa apa yang terkandung didalam tanaman tersebut yang digunakan untuk pengobatan. Sehingganya dicampurlah tanaman herbal agar dapat mengobati penyakit dari segala sisi untuk dapat memberi efek penyembuhan yang pasti terhadap sakit yang diderita.
Untuk menggunakan tanaman herbal, masyarakat Tulabolo Timur memakainya dengan mengolah semua campuran tanaman obat, yaitu:
Disiapkan semua tanaman sebanyak 7 lembar daun maupun 7 buah irisan rimpang dan 7 herba yang akan digunakan
Dicuci bersih semua bahan
Ditumbuk semua bahan yang telah dicuci bersih hingga halus merata seluruhnya
Diperas dan dijadikan ½ gelas kemudian dibagi untuk diminum 3x1 sehari.
Tanaman Untuk Mengobati Penyaki Diabetes
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang secara umum adalah suatu penyakit dimana kadar gula dalam darah meningkat. Sedangkan menurut Ahmad (2015), diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya.
Masyarakat mempercayai bahwa tanaman yang telah digunakan sejak dulu dapat digunakan dalam pengobatan penyakit diabetes. Tanaman tersebut antara lain:
Herba tanaman ciplukan (tiepao)
Herba tanaman ciplukan digunakan untuk menurunkan kadar gula darah, atau untuk penyakit diabetes. Tanaman tersebut dugunakan tanpa mencampur dengan tanaman yang lainnya. Sehingganya mudah ditemukan karena tidak ketergantungan terhadap tanaman lain.
Pengolahan tanaman ciplukan sangat sederhana, yaitu:
Dibersihkan terlebih dahulu pohon tiepao atau ciplukan yang akan dijadikan obat
2. Disiapkan panci yang telah berisi 3 gelas air
3. Dimasukan herba tiepao yang telah dibersihkan ke dalam panci
4. Dibiarkan mendidih hingga hanya tersisa 1 gelas
5. Untuk 1 gelas diperoleh diminum 3x1 sehari
Herba ciplukan ini telah dibuktikan oleh para masyarakat yang menderita penyakit diabetes di daerah Tulabolo Timur. Seorang ibu yang memiliki kadar gula setelah diperiksa mencapai 200 mg/dl. Karena tempat tinggal ibu tersebut jauh dari klinik sehingganya mengonsumsi hasil rebusan tiepao selama sattu minggu yang telah diracik oleh bidan desa disana. Ketika satu minggu mengonsumsi ciplukan (tiepao) lalu diperiksa kembali ternyata kadar gula ibu tersebut turun menjadi 150 mg/dl. Sedangkan menurut Laila (2017), normal (tidak menderita diabetes): di bawah 108 mg/dl, prediabetes: 108-125 mg/dl, diabetes : di atas 125 mg/dl.
Daun kersen
Daun kersen adalah daun yang diguakan masyarakat untuk mengobati penyakit diabetes. Cara pengolahan daun kersen ini berbeda dengan tanaman obat lain yang berada disana. Karena daun tidak dapat dipakai mentah-mentah, dan harus dilakukan pengolahan ringan terlebih dahulu sehingga memakan waktu untuk mengobati diabetes ketika dalam keadaaan mendesak. Dengan mengonsumsi teh daun kersen, akan mengurangi kadar gula darah dalam tubuh. Yaitu diminum secara rutin ketika kadar gulanya belum terlalu tinggi untuk mengantisipasi terjadinya diabetes. Karena mengantisipasi lebih baik dari pada menyembuhkan.
Pengolahan daun kersen yaitu:
Diambil tiga daun kersen dari pucuk sebanyak kebutuhan
Dicuci daun yang telah diambil menggunakan air
Dikeringkan daun kersen yaitu dengan dijemur di bawah sinar matahari langsung
Direbus daun kersen yang telah dikeringkan dan diseduh seperti teh
Cara perebusanya sama dengan biasanya yaitu 3 gelas air yang dijadikan 1 gelas
Diminum 3x1 untuk 1 gelas yang diperoleh.
Perbandingan Tanaman Obat Dengan Literatur Penelitian
Obat herbal yang digunakan telah bertahun-tahun dipakai para masyarakat dari pengalaman nenek moyang mereka. Karena, salah satu faktornya yaitu masyarakat belum terlalu mengenal obat-obatan kimia yang telah digunakan oleh masyarkat luas dewasa ini, mereka lebih percaya bahwa tanaman obat yang telah ada dari zaman tetua mereka dapat memberikan berbagai khasiat bagi tubuh. Sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit didaerah mereka. Tanaman herbal yang digunakan memiliki efek samping yang kecil ketika digunakan dibandingkan dengan obat kimia. Dan dapat memberikan efek penyembuhan pada suatu penyakit dari yang biasa hingga kronik. Karena beberapa informasi menyebutkan bahwa masyarakat memiliki kegemaran mengonsumsi tanaman herbal yang belum diketahui kandungan senyawa pada tanaman yang dapat memberikan efek penyembuhan. Oleh karena itu, perlu dibuktikan efek farmakologi maupun efek toksisitas dari tanaman yang mereka gunakan dengan perbandingan literatur para peneliti dari tanaman obat tersebut.
Bengle
Bangle yang memiliki nama latin Zingiber purpureum Roxb. Merupakan salah satu tanaman berakar rimpang yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional. Tanaman ini memiliki banyak sebutan, di Jawa Barat tanaman ini dikenal sebagai “pangle”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan “bengle”, “banggele” di Bali, “kunyit bolai, bungle, mungle, bengle, banglai, atau kunit bolai” di Sumatera, dan di Gorontalo
Bangle memiliki rasa yang agak pahit, agak pedas, dan ciri yang sangat khas dari tanaman obat ini adalah bau atau aromanya yang cukup menyengat. Cukup banyak yang menyukai aroma tanaman bangle, terutaman ibu-ibu. Bangle memiliki khasiat sebagai penurun panas (antipiretik), peluruh kentut (karminatif), peluruh dahak (ekspektoran), pembersih darah, pencahar (laksatif), antioksidan,dan obat cacing (vermifuge) (Mursito, 2007; Dalimartha, 2009). Tanaman rimpang obat tradisional, bangle juga memiliki banyak kandungan zat kimia. Rimpang bangle mengandung minyak atsiri (sineol, pinen), damar, pati, tannin, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid, alkaloid, dan glikosida (Padmasari et al. 2013).
Pada masyarakat suku jawa yang menetap di Sumatera Utara, selain sebagai tanaman obat bangle juga memiliki nilai budaya yang sangat kuat. Nilai budaya yang diterapkan turun menurun hingga saat ini yaitu penggunaan bangle pada bayi yang baru lahir. Ibu-ibu suku jawa yang menetap di Sumatera Utara selalu mengoleskan gerusan bangle pada dahi bayi yang baru lahir pada saat sore hari, biasanya setelah bayi dimandikan sore hari dan menjelang maghrib tiba. Menurut penuturan ibu suku jawa yang menetap di Sumatera Utara, penggunaan bangle ini bertujuan agar bayi terhindar dari gangguan buruk seperti makhluk halus atau makhluk astral. Mereka meyakini bahwa menjelang sore banyak makhluk halus yang berkeliaran dan dapat membahayakan bayi mereka sehingga mereka mengoleskan gerusan bangle yang memiliki bau khas yang tidak disukai makhluk halus dengan harapan hal yang dilakukan ini dapat melindungi bayi mereka. Sama halnya seperti masyarakat yang ada di daerah Kota Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kecamatan Tulabolo Timur di Dusun 1. Rimpang bengle juga selain untuk menyembuhkan penyakit, digunakan pula untuk menangkal makhluk ghaib seperti masyarakat jawa lakukan.
Temu Putih
Kunyit putih (Curcuma zedoaria) atau temu putih merupakan salah satu tanaman obat tradisional di Indonesia. Rimpang dari kunyit putih ini dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, penangkal racun, penurun panas tubuh, mengobati gatal-gatal, bronchitis, hingga radang yang disebabkan oleh luka (Fauziah, 1999).
Zat-zat ini berfungsi sebagai antiinflamasi, analgetik hepatoprotektor dan antioksidan. Selain fungsi tersebut flavonoid daseskuiterpen juga bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dengan cara meningkatkan fibroblas, membentuk sel-sel limfosit, meningkatkan fagositosis terhadap tumor/ kanker (Windono dan Parfati, 2002).
Beberapa penelitian melaporkan sediaan rimpang temu putih mengandung flavonoid dan kurkumin yang merupakan senyawa polifenol bersifat sebagai antioksidan atau penangkap radikal bebas, dan dapat menurunkan demam. Sifat ini bermanfaat sebagai pencegah kerusakan jaringan (inflamasi) maupun kerusakan DNA yang merupakan inisiasi pada proses karsinogenesis (Heim et al. 2002)
Kaki kuda (Pegagan)
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyem-buhkan berbagai penyakit. Pegagan mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti asiatikosida berupa glikosida, yang banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Asiatikosida berkhasiat meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun yang berkaitan erat dengan asam nukleat. Glikosid a d an triterpenoid adalah triterpenoid asiatikosida turunan (-amirin (Brotosisworo, 1979).
Bahan aktif tersebut merupakan bahan baku obat tradisional yang bermanfaat sebagai antipikun, antistres, obat lemah syaraf, demam, bronkhitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan tekanan darah tinggi, serta untuk menambah nafsu makan dan menjaga vitalitas. Tanaman pegagan juga mengandung garam mineral antara lain kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan besi, fosfor, minyak atsiri, pektin, asam amino, vitamin B, dan zat pahit vellarine. Berdasarkan kandungan bahan aktif dan manfaatnya bagi kesehatan, diperlukan informasi mengenai fitokimia dan manfaatnya bagi sistem imun tubuh, serta prospek pengembangan tanaman pegagan di Indonesia.
Sereh
Sereh (Cymbopogon nardus L) merupakan sejenis tumbuhan rumput‐rumputan yang daunnya panjang seperti ilalang. Sereh mempunyai perawakan berupa rumput‐rumputan tegak, menahun dan mempunyai perakaran yang sangat dalam dan kuat. Batang sereh dapat tegak ataupun condong, membentuk rumpun, pendek, masif, bulat dan sering kali di bawah buku‐bukunya berlilin. Daun sereh berbentuk tunggal, lengkap, dan pelepah daunnya silindris gundul. Susunan bunganya yaitu malai atau bulir majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata, biasanya berwarna putih.
Sereh (Cymbopogon nardus L) biasanya digunakan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan makanan. Selain itu, sereh bermanfaat sebagai anti radang, menghilangkan rasa sakit dan melancarkan sirkulasi darah. Manfaat lain yaitu untuk meredakan sakit kepala, otot, batuk, nyeri lambung, haid tidak teratur dan bengkak setelah melahirkan. Akar tanaman sereh digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. Sedangkan minyak sereh banyak digunakan sebagai bahan pewangi sabun, spray, disinfektan, dan bahan pengkilap. Sereh wangi mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri. Saponin merupakan kelompok glikosida yang tersusun oleh aglikon bukan gula yang berikatan dengan rantai gula. Sifat antimikroba dari senyawa saponin disebabkan oleh kemampuan senyawa tersebut berinteraksi dengan sterol pada membran sehingga menyebabkan kebocoran protein dan enzim‐enzim tertentu (Retno, 2015).
Kumis kucing
Secara tradisional kumis kucing telah banyak digunakan sebagai diuretik, menyembuhkan beragam penyakit seperti diabetes, hepatitis, epilepsi, batu empedu, tonsillitis, kencing nanah, rematik, sakit perut, pembengkakan ginjal dan kandung kemih, edema, influensa, dan gout. Kajian aktivitas farmakologi kumis kucing juga telah banyak dilakukan dan diketahui kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan, antiinflammasi, atibakteri, antihipertensif, antihiperglikemik, antiproliferatif, antipiretik, antitumor, kardioprotektif, diuretik, dan hiperurisemik.
Kumis kucing merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional untuk antiinflamasi. Menurut Dalimartha (2001), herba kumis kucing yang rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk. Berkhasiat sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan panas. Tanaman kumis kucing mengandung orthosiphonin glikosida, zat samak, kucing diketahui kaya akan senyawa flavonoid, fenilpropanoid, dan terpenoid minyak atsiri, minyak lemak, saponin, garam kalium, mioinositol, dan sinensetin.
Literatur Tanaman Untuk Mengobati Penyaki Diabetes
Ciplukan
Tumbuhan ciplukan merupakan salah satu obattradisional yang sudah dikenal masyarakat sebagai peluruh seni,obat bengkak, memperbaiki pencernaan, antiinflamasi,desinfektan, asma, batuk rejan, bronkitis, orkitis, bisul,borok, kanker, tumor, leukemia dan kencing manis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995; Raintree Nutrition, 1996).
Ciplukan telah diketahui mengandung berbagai macam senyawa, antaralain adalah asam klorogenat, asam elaidat, asam sitrat,asam malat, tanin, kriptoxantin, fisalin, saponin,terpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid dan steroid (DepartemenKesehatan Republik Indonesia,1995). Tanaman ini mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Flavonoid yang terkandung di Ciplukan cukup tinggi, yaitu sebesar 4 persen.
Hasil identifikasi dengan GC-MS menunjukkan adanya senyawa asam lemak tidak jenuh dan alkaloidyaitu Nordextromethorphan. Senyawa alkaloid Nordextromethorphan ini mirip dengan senyawaturunan morphin yang dapat menyembuhkan penyakitdiabetes neuropatik. Selain itu, fraksi kloroform jugamengandung asam lemak yaitu Hexanoic acid,Hexadecanoic acid, 9-Octadecenoic acid, Oleic acid danOctadecanoic acid. Asam-asam lemak ini adalah tidakjenuh seperti Oleic acid atau 9-Octadecenoic aciddibutuhkan oleh tubuh sebagai prekursor hormon kandunganyang meregulasi banyak fungsi dari
tubuh.Oleic acid (9-Octadecanoic acid) adalah asam lemaktidak jenuh yang mekanisme kerjanya adalahmenghambat produksi glukosa dan juga bersifatantioksidan yang dapat menangkal terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Selain itu juga diketahui bahwa adakorelasi yang signifiikan antara membran adiposit asamoleat dengan insulinyang memediasi transpor glukosa. Selain itu, terdapat senyawa aplysterylacetate yangmerupakan golongan steroid yang dapat menstimulasikeluarnya insulin dari pankreas (Sudiarso, 2011).
Kersen
Rebusan Daun Kersen secara empiris telah banyak digunakan oleh masyarakat, tetapi belum terbukti efektivitasnya secara ilmiah sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rebusan Daun Kersen terhadap penurunan kadar glukosa darah dan untuk mengetahui konsentrasi rebusan Daun Kersen yang efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multietiologi (banyak penyebab) yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein sebagai akibat ketidak cukupan fungsi insulin (Rifka Kumala Dewi, 2014).
Penggunaan Daun Kersen (Muntingia calabura) sebagai antidiabetes mellitus masih sangat terbatas, wajar bila popularitasnya kalah ketimbang herbal antidiabetes lain seperti brotowali atau sambiloto. Keampuhan tanaman anggota family Tiliaceae ini untuk menurunkan glukosa darah dibuktikan oleh Ahmad Ridwan dan Rakhmi Ramadani pada tahun 2008 dengan menguji khasiat antidiabetes daun kersen pada 28 tikus pengidap diabetes akibat suntikan aloksan. Pengujian dilakukan selama 15 hari, setiap kali pengukuran kelompok uji terus mengalami penurunan glukosa darah.
Penurunan kadar gula darah dapat disebabkan oleh kandungan dari Daun Kersen yaitu flavonoid. Flavonoid digolongkan dalam beberapa golongan yaitu flavones, flavonols, flavonones, katekin, dan isoflason. Contoh senyawa flavonols yaitu kamferol, kuersetin dan myricetin. Senyawa dari flavonols yang diduga memiliki aktifitas dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah adalah kuersetin. Dimana mekanisme kerja kuersetin dalam menurunkan kadar glukosa darah yakni menjaga sel β pankreas tetap bekerja secara normal. Selain itu flavonoid dapat merangsang penyerapan glukosa pada jaringan perifer dan mengatur kerja enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme karbohidrat (Nirwana A P, 2015).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat tradisional adalah obat – obat yang diolah secara tradisional atau turun-temurun. Obat yang sering digunakan oleh masyarakat adalah tanaman obat seperti temu kuning untuk penurun demam, kumis kucing sebagai penurun demam. Gerson sebagai obat diabetes, kecipluk sebagai obat diabetes. Sere sebagai obat batuk dan demam.
Cara pengolahan tanaman obat di dalam masyarakat sangat sederhana hanya menggunakan alat – alat sederhana dan cara pengolahan yang tak begitu ribet. Tetapi obat – obat tradisional tersebut tidak dapat disimpan lama setelah proses pembuatan selesai. Hanya bias bertahan 12 jam saja. Bias lebih ketika disimpan pada lemari pendingin.
Perbandingan khasiat anatara pengalam masyarakat dengan yang telah diuji di laboratorium sama yang mana memang tumbuhan – tumbuhan tersebut memiliki khasiat seperti yang dirasakan oleh masyarakat hanyasaja masyarakat tidak mengetahui senyawa apa yang berpotensi menyembuhkan tersebut.
3.1 Saran
Saran kepada masyarakat agara lebih membiasakan diri untuk mengonsumsi obat – obat tradisional saat mereka sakit ringan. Dan biasakan untuk tidak bergantung dengan obat – obat moderen saat mereka sakit. Karena alam telah menyediakan semuanya tinggal bagaimana kita sebagai manusia memanfaatkanya dengan baik. Dan disarankan untuk menanam lebih banyak tanaman – tanaman obat di halaman rumah atau membuat TOGA.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengetahuan pemanfaatan tanaman bagi kesehatan merupakan warisan nenek moyang. Sejak dulu tanaman obat ini telah mereka manfaatkan untuk mengatasi penyakit dan meningkatkan kesehatan sebelum adanya pengobatan medis. Terbukti pengobatan tesebut berkhasiat hingga dapat bertahan hingga sekarang (Wijayakusuma, 2003).
Nenek moyang bangsa Indonesia yang sejak dulu telah menekuni pengobatan dengan memanfaatkan aneka tumbuhan ini telah meninggalkan warisan yang amat berharga. Warisan berupa cara pengobatan ini memang turun temurun diajarkan oleh generasi yang terdahulu ke generasi selanjutnya (Muhlisah, 2005).
Manfaat berbagai macam tanaman sebagai obat sudah dikenal luas di negara berkembang maupun negara maju termasuk Indonesia. 70-80% masyarakat Asia dan Afrika masih menggunakan pengobatan tradisional karena kepercayaan mereka bahwa obat tradisional berasal dari bahan-bahan alami dan tidak menimbulkan efek samping. Akan tetapi pengetahuan mengenai obat tradisional diperoleh dari pengalaman dan resep turun menurun dari nenek moyang yang belum teruji khasiatnya secara klinis. Untuk itu diperlukan perbandingan berdasarkan literatur para peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap tanaman yang masyarakat gunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, sehingga nantinya obat jenis tersebut dapat digunakan dengan aman dan efektif.
Masyarakat luas beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan dengan obat kimia atau bahakan keterbatasan penyaluran obata-obatan ke daerah terpencil seperti di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1). Sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit didaerah mereka. Oleh karena itu perlu dibuktikan efek farmakologi maupun efek toksisitas dari tanaman yang mereka gunakan dengan perbandingan literatur para peneliti dari tanaman obat tersebut, karena beberapa informasi menyebutkan bahwa masyarakat memiliki kegemaran meminum hasil perasan campuran herba tanaman bengle, temu putih, kaki kuda, sereh, dan kumis kucing yang dijadikan obat untuk mengobati batuk dan menurunkan demam. Namun apabila penggunaan obat tradisional kurang tepat maka akan menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan masyarakat. Menurut Lu (1995), penggunaan tanaman sebagai obat tradisional dalam jangka waktu panjang bisa saja menyebabkan terjadinya gejala toksisitas seperti toksisitas kronis, karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik karena pada dasarnya senyawa toksik tidak mempengaruhi semua organ secara merata disebabkan adanya perbedaan tingkat kepekaan dari masing-masing organ, kadar bahan kimia atau metabolitnya terhadap organ sasaran serta mekanisme dari pemuliahan setiap organ.
Tanaman lain yang digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit diabetes adalah herba ciplukkan dan daun tanaman kersen yang telah dikeringkan dengan penggunaan secara tersendiri.
Sehingganya pada mata kuliah wawasan budaya kali ini dilakukan observasi ke rumah-rumah penduduk desa yang bertempat di desa pinogu, untuk mengetahui tanaman yang sering mereka gunakan sebagai tanaman obat. Dan cara pengelolahan ramuan obat tersebut.
Rumusan Masalah
Apa itu tumbuhan obat tradisional?
Keunggulan dan kerugian obat herbal?
Apa tanaman obat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1)?
Bagaimana perbandingan tanaman obat dengan literatur penelitian?
Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui apa itu obat tradisional.
Agar mahasiswa dapat 2. Keunggulan dan kerugian obat herbal.
Agar mahasiswa mengetahui tanaman obat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1).
Agara mahasiswa mengetahui perbandingan antara pengetahuan masyarakatdengan yang telah diuji dilaboratorium melalui literatur penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tumbuhan Obat Tradisional
Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak dibawah mikroskop (Hamid et al., 1991). Sedangkan menurut Zuhud (2004), tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi :
1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern, yaitu; jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diduga mengandung senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tumbuhan obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:
1. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.
2. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor).
3. Bagian tumbuhan yang diekstraksi digunakan sebagai obat (Kartikawati, 2004).
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tumbuhan obat di Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai. Sehingga, aspek budidaya perlu dikembangkan sesuai dengan standar bahan baku obat tradisional.
Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back tonature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji praklinis dan uji klinis.
Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ; jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yang merupakan obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis.
2.2 Keunggulan dan Kerugian Obat Herbal
2.2.1 Menurut Suharmiati dan Handayani (2006), keunggulan obat bahan alam antara lain:
1. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan,cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tumbuhan obat untuk indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/ komponen bioaktif tumbuhan obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki.
3. Pada satu tumbuhan bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tumbuhan obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tumbuhan bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tumbuhan tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi.
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit Diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis yang merupakan penyakit metabolik. Penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir), dan pikun (lost of memory).
2.2.2 Menurut Zein (2005), kelemahan tumbuhan obat sebagai berikut:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan berdasarkan daerah tempatnya tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik dibandingkan obat-obatan paten.
4. Kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat.
5. Belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.
Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat, karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme (Zein, 2005).
2.3 Tanaman Obat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1)
Masyarakat di Kecamatan Tulabolo Timur (Dusun 1), hingga sekarang mereka masih mempercayai tanamnan herbal yang ada sebagai obat yang pertama digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit ringan hingga yang terbilang kronis yang ada di daerah mereka.
Jenis-jenis tanaman obat yang digunakan masyarakat hanya sebatas pengetahuan empiris secara tururn temurun dari nenek moyang mereka yang telah dipercayai masyarakat Tulabolo Timur hingga sekarang, yang telah digunakan dan dibuat oleh bidan kampung disana, sebagai tetua yang telah mengetahui tanaman-tanaman yang memiliki begitu banyak khasiat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Tanaman Obat Sebagai Penurun Demam (batuk dan peluruh dahak)
Berbagai tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat Tulabolo Timur salah satunya yaitu:
Rimpang Bengle
Rimpang Temu Putih
Daun Kaki Kuda
Sereh
Pucuk tanaman Kumis Kucing
Tanaman-tanaman di atas digunakan untuk menyembuhkan batuk dan menurunkan demam. Masyarakat mempercai bahwa tanaman tersebut dicampurkan semua bahan. Karena masing-masing tanaman memiliki khasiat yang berbeda-beda, namun tanaman tersebut memiliki tujuan pengobatan yang sama untuk batuk dan demam. Mereka menggunakan rimpang Bengle sebagai penurun demam, pereda dahak dan digunakan untuk mengusir makhluk ghaib, rimpang Temu Putih digunakan sebagai penurun demam, daun tanaman kaki kuda atau pegagan digunakan untuk menurunkan demam, mereka menganggap bahwa daun kaki kuda atau pegagan sebagai tanaman yang pokok digunakan untuk menurunkan demam dan pereda batu berdahak, sereh digunakan untuk meredakan demam, dan tanaman kumis kucing sebagai peluruh kencing, masyarakat mempercayai bahwa jika terjadi demam salah satunya dengan melancarkan buang air kecil (kencing) dapat menurunkan demam. Karena dengan panas yang mengakibatkan demam dapat dikeluarkan melalui pencernaan saluran kencing.
Keterbatasan pengetahuan mengenai kesehatan, masyarakat menggunakan campuran tanaman herbal tanpa mengetahui senyawa apa yang terkandung didalam tanaman tersebut yang digunakan untuk pengobatan. Sehingganya dicampurlah tanaman herbal agar dapat mengobati penyakit dari segala sisi untuk dapat memberi efek penyembuhan yang pasti terhadap sakit yang diderita.
Untuk menggunakan tanaman herbal, masyarakat Tulabolo Timur memakainya dengan mengolah semua campuran tanaman obat, yaitu:
Disiapkan semua tanaman sebanyak 7 lembar daun maupun 7 buah irisan rimpang dan 7 herba yang akan digunakan
Dicuci bersih semua bahan
Ditumbuk semua bahan yang telah dicuci bersih hingga halus merata seluruhnya
Diperas dan dijadikan ½ gelas kemudian dibagi untuk diminum 3x1 sehari.
Tanaman Untuk Mengobati Penyaki Diabetes
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang secara umum adalah suatu penyakit dimana kadar gula dalam darah meningkat. Sedangkan menurut Ahmad (2015), diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya.
Masyarakat mempercayai bahwa tanaman yang telah digunakan sejak dulu dapat digunakan dalam pengobatan penyakit diabetes. Tanaman tersebut antara lain:
Herba tanaman ciplukan (tiepao)
Herba tanaman ciplukan digunakan untuk menurunkan kadar gula darah, atau untuk penyakit diabetes. Tanaman tersebut dugunakan tanpa mencampur dengan tanaman yang lainnya. Sehingganya mudah ditemukan karena tidak ketergantungan terhadap tanaman lain.
Pengolahan tanaman ciplukan sangat sederhana, yaitu:
Dibersihkan terlebih dahulu pohon tiepao atau ciplukan yang akan dijadikan obat
2. Disiapkan panci yang telah berisi 3 gelas air
3. Dimasukan herba tiepao yang telah dibersihkan ke dalam panci
4. Dibiarkan mendidih hingga hanya tersisa 1 gelas
5. Untuk 1 gelas diperoleh diminum 3x1 sehari
Herba ciplukan ini telah dibuktikan oleh para masyarakat yang menderita penyakit diabetes di daerah Tulabolo Timur. Seorang ibu yang memiliki kadar gula setelah diperiksa mencapai 200 mg/dl. Karena tempat tinggal ibu tersebut jauh dari klinik sehingganya mengonsumsi hasil rebusan tiepao selama sattu minggu yang telah diracik oleh bidan desa disana. Ketika satu minggu mengonsumsi ciplukan (tiepao) lalu diperiksa kembali ternyata kadar gula ibu tersebut turun menjadi 150 mg/dl. Sedangkan menurut Laila (2017), normal (tidak menderita diabetes): di bawah 108 mg/dl, prediabetes: 108-125 mg/dl, diabetes : di atas 125 mg/dl.
Daun kersen
Daun kersen adalah daun yang diguakan masyarakat untuk mengobati penyakit diabetes. Cara pengolahan daun kersen ini berbeda dengan tanaman obat lain yang berada disana. Karena daun tidak dapat dipakai mentah-mentah, dan harus dilakukan pengolahan ringan terlebih dahulu sehingga memakan waktu untuk mengobati diabetes ketika dalam keadaaan mendesak. Dengan mengonsumsi teh daun kersen, akan mengurangi kadar gula darah dalam tubuh. Yaitu diminum secara rutin ketika kadar gulanya belum terlalu tinggi untuk mengantisipasi terjadinya diabetes. Karena mengantisipasi lebih baik dari pada menyembuhkan.
Pengolahan daun kersen yaitu:
Diambil tiga daun kersen dari pucuk sebanyak kebutuhan
Dicuci daun yang telah diambil menggunakan air
Dikeringkan daun kersen yaitu dengan dijemur di bawah sinar matahari langsung
Direbus daun kersen yang telah dikeringkan dan diseduh seperti teh
Cara perebusanya sama dengan biasanya yaitu 3 gelas air yang dijadikan 1 gelas
Diminum 3x1 untuk 1 gelas yang diperoleh.
Perbandingan Tanaman Obat Dengan Literatur Penelitian
Obat herbal yang digunakan telah bertahun-tahun dipakai para masyarakat dari pengalaman nenek moyang mereka. Karena, salah satu faktornya yaitu masyarakat belum terlalu mengenal obat-obatan kimia yang telah digunakan oleh masyarkat luas dewasa ini, mereka lebih percaya bahwa tanaman obat yang telah ada dari zaman tetua mereka dapat memberikan berbagai khasiat bagi tubuh. Sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit didaerah mereka. Tanaman herbal yang digunakan memiliki efek samping yang kecil ketika digunakan dibandingkan dengan obat kimia. Dan dapat memberikan efek penyembuhan pada suatu penyakit dari yang biasa hingga kronik. Karena beberapa informasi menyebutkan bahwa masyarakat memiliki kegemaran mengonsumsi tanaman herbal yang belum diketahui kandungan senyawa pada tanaman yang dapat memberikan efek penyembuhan. Oleh karena itu, perlu dibuktikan efek farmakologi maupun efek toksisitas dari tanaman yang mereka gunakan dengan perbandingan literatur para peneliti dari tanaman obat tersebut.
Bengle
Bangle yang memiliki nama latin Zingiber purpureum Roxb. Merupakan salah satu tanaman berakar rimpang yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional. Tanaman ini memiliki banyak sebutan, di Jawa Barat tanaman ini dikenal sebagai “pangle”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan “bengle”, “banggele” di Bali, “kunyit bolai, bungle, mungle, bengle, banglai, atau kunit bolai” di Sumatera, dan di Gorontalo
Bangle memiliki rasa yang agak pahit, agak pedas, dan ciri yang sangat khas dari tanaman obat ini adalah bau atau aromanya yang cukup menyengat. Cukup banyak yang menyukai aroma tanaman bangle, terutaman ibu-ibu. Bangle memiliki khasiat sebagai penurun panas (antipiretik), peluruh kentut (karminatif), peluruh dahak (ekspektoran), pembersih darah, pencahar (laksatif), antioksidan,dan obat cacing (vermifuge) (Mursito, 2007; Dalimartha, 2009). Tanaman rimpang obat tradisional, bangle juga memiliki banyak kandungan zat kimia. Rimpang bangle mengandung minyak atsiri (sineol, pinen), damar, pati, tannin, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid, alkaloid, dan glikosida (Padmasari et al. 2013).
Pada masyarakat suku jawa yang menetap di Sumatera Utara, selain sebagai tanaman obat bangle juga memiliki nilai budaya yang sangat kuat. Nilai budaya yang diterapkan turun menurun hingga saat ini yaitu penggunaan bangle pada bayi yang baru lahir. Ibu-ibu suku jawa yang menetap di Sumatera Utara selalu mengoleskan gerusan bangle pada dahi bayi yang baru lahir pada saat sore hari, biasanya setelah bayi dimandikan sore hari dan menjelang maghrib tiba. Menurut penuturan ibu suku jawa yang menetap di Sumatera Utara, penggunaan bangle ini bertujuan agar bayi terhindar dari gangguan buruk seperti makhluk halus atau makhluk astral. Mereka meyakini bahwa menjelang sore banyak makhluk halus yang berkeliaran dan dapat membahayakan bayi mereka sehingga mereka mengoleskan gerusan bangle yang memiliki bau khas yang tidak disukai makhluk halus dengan harapan hal yang dilakukan ini dapat melindungi bayi mereka. Sama halnya seperti masyarakat yang ada di daerah Kota Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kecamatan Tulabolo Timur di Dusun 1. Rimpang bengle juga selain untuk menyembuhkan penyakit, digunakan pula untuk menangkal makhluk ghaib seperti masyarakat jawa lakukan.
Temu Putih
Kunyit putih (Curcuma zedoaria) atau temu putih merupakan salah satu tanaman obat tradisional di Indonesia. Rimpang dari kunyit putih ini dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, penangkal racun, penurun panas tubuh, mengobati gatal-gatal, bronchitis, hingga radang yang disebabkan oleh luka (Fauziah, 1999).
Zat-zat ini berfungsi sebagai antiinflamasi, analgetik hepatoprotektor dan antioksidan. Selain fungsi tersebut flavonoid daseskuiterpen juga bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dengan cara meningkatkan fibroblas, membentuk sel-sel limfosit, meningkatkan fagositosis terhadap tumor/ kanker (Windono dan Parfati, 2002).
Beberapa penelitian melaporkan sediaan rimpang temu putih mengandung flavonoid dan kurkumin yang merupakan senyawa polifenol bersifat sebagai antioksidan atau penangkap radikal bebas, dan dapat menurunkan demam. Sifat ini bermanfaat sebagai pencegah kerusakan jaringan (inflamasi) maupun kerusakan DNA yang merupakan inisiasi pada proses karsinogenesis (Heim et al. 2002)
Kaki kuda (Pegagan)
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyem-buhkan berbagai penyakit. Pegagan mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti asiatikosida berupa glikosida, yang banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Asiatikosida berkhasiat meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun yang berkaitan erat dengan asam nukleat. Glikosid a d an triterpenoid adalah triterpenoid asiatikosida turunan (-amirin (Brotosisworo, 1979).
Bahan aktif tersebut merupakan bahan baku obat tradisional yang bermanfaat sebagai antipikun, antistres, obat lemah syaraf, demam, bronkhitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan tekanan darah tinggi, serta untuk menambah nafsu makan dan menjaga vitalitas. Tanaman pegagan juga mengandung garam mineral antara lain kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan besi, fosfor, minyak atsiri, pektin, asam amino, vitamin B, dan zat pahit vellarine. Berdasarkan kandungan bahan aktif dan manfaatnya bagi kesehatan, diperlukan informasi mengenai fitokimia dan manfaatnya bagi sistem imun tubuh, serta prospek pengembangan tanaman pegagan di Indonesia.
Sereh
Sereh (Cymbopogon nardus L) merupakan sejenis tumbuhan rumput‐rumputan yang daunnya panjang seperti ilalang. Sereh mempunyai perawakan berupa rumput‐rumputan tegak, menahun dan mempunyai perakaran yang sangat dalam dan kuat. Batang sereh dapat tegak ataupun condong, membentuk rumpun, pendek, masif, bulat dan sering kali di bawah buku‐bukunya berlilin. Daun sereh berbentuk tunggal, lengkap, dan pelepah daunnya silindris gundul. Susunan bunganya yaitu malai atau bulir majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata, biasanya berwarna putih.
Sereh (Cymbopogon nardus L) biasanya digunakan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan makanan. Selain itu, sereh bermanfaat sebagai anti radang, menghilangkan rasa sakit dan melancarkan sirkulasi darah. Manfaat lain yaitu untuk meredakan sakit kepala, otot, batuk, nyeri lambung, haid tidak teratur dan bengkak setelah melahirkan. Akar tanaman sereh digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. Sedangkan minyak sereh banyak digunakan sebagai bahan pewangi sabun, spray, disinfektan, dan bahan pengkilap. Sereh wangi mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri. Saponin merupakan kelompok glikosida yang tersusun oleh aglikon bukan gula yang berikatan dengan rantai gula. Sifat antimikroba dari senyawa saponin disebabkan oleh kemampuan senyawa tersebut berinteraksi dengan sterol pada membran sehingga menyebabkan kebocoran protein dan enzim‐enzim tertentu (Retno, 2015).
Kumis kucing
Secara tradisional kumis kucing telah banyak digunakan sebagai diuretik, menyembuhkan beragam penyakit seperti diabetes, hepatitis, epilepsi, batu empedu, tonsillitis, kencing nanah, rematik, sakit perut, pembengkakan ginjal dan kandung kemih, edema, influensa, dan gout. Kajian aktivitas farmakologi kumis kucing juga telah banyak dilakukan dan diketahui kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan, antiinflammasi, atibakteri, antihipertensif, antihiperglikemik, antiproliferatif, antipiretik, antitumor, kardioprotektif, diuretik, dan hiperurisemik.
Kumis kucing merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional untuk antiinflamasi. Menurut Dalimartha (2001), herba kumis kucing yang rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk. Berkhasiat sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan panas. Tanaman kumis kucing mengandung orthosiphonin glikosida, zat samak, kucing diketahui kaya akan senyawa flavonoid, fenilpropanoid, dan terpenoid minyak atsiri, minyak lemak, saponin, garam kalium, mioinositol, dan sinensetin.
Literatur Tanaman Untuk Mengobati Penyaki Diabetes
Ciplukan
Tumbuhan ciplukan merupakan salah satu obattradisional yang sudah dikenal masyarakat sebagai peluruh seni,obat bengkak, memperbaiki pencernaan, antiinflamasi,desinfektan, asma, batuk rejan, bronkitis, orkitis, bisul,borok, kanker, tumor, leukemia dan kencing manis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995; Raintree Nutrition, 1996).
Ciplukan telah diketahui mengandung berbagai macam senyawa, antaralain adalah asam klorogenat, asam elaidat, asam sitrat,asam malat, tanin, kriptoxantin, fisalin, saponin,terpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid dan steroid (DepartemenKesehatan Republik Indonesia,1995). Tanaman ini mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Flavonoid yang terkandung di Ciplukan cukup tinggi, yaitu sebesar 4 persen.
Hasil identifikasi dengan GC-MS menunjukkan adanya senyawa asam lemak tidak jenuh dan alkaloidyaitu Nordextromethorphan. Senyawa alkaloid Nordextromethorphan ini mirip dengan senyawaturunan morphin yang dapat menyembuhkan penyakitdiabetes neuropatik. Selain itu, fraksi kloroform jugamengandung asam lemak yaitu Hexanoic acid,Hexadecanoic acid, 9-Octadecenoic acid, Oleic acid danOctadecanoic acid. Asam-asam lemak ini adalah tidakjenuh seperti Oleic acid atau 9-Octadecenoic aciddibutuhkan oleh tubuh sebagai prekursor hormon kandunganyang meregulasi banyak fungsi dari
tubuh.Oleic acid (9-Octadecanoic acid) adalah asam lemaktidak jenuh yang mekanisme kerjanya adalahmenghambat produksi glukosa dan juga bersifatantioksidan yang dapat menangkal terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Selain itu juga diketahui bahwa adakorelasi yang signifiikan antara membran adiposit asamoleat dengan insulinyang memediasi transpor glukosa. Selain itu, terdapat senyawa aplysterylacetate yangmerupakan golongan steroid yang dapat menstimulasikeluarnya insulin dari pankreas (Sudiarso, 2011).
Kersen
Rebusan Daun Kersen secara empiris telah banyak digunakan oleh masyarakat, tetapi belum terbukti efektivitasnya secara ilmiah sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rebusan Daun Kersen terhadap penurunan kadar glukosa darah dan untuk mengetahui konsentrasi rebusan Daun Kersen yang efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multietiologi (banyak penyebab) yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein sebagai akibat ketidak cukupan fungsi insulin (Rifka Kumala Dewi, 2014).
Penggunaan Daun Kersen (Muntingia calabura) sebagai antidiabetes mellitus masih sangat terbatas, wajar bila popularitasnya kalah ketimbang herbal antidiabetes lain seperti brotowali atau sambiloto. Keampuhan tanaman anggota family Tiliaceae ini untuk menurunkan glukosa darah dibuktikan oleh Ahmad Ridwan dan Rakhmi Ramadani pada tahun 2008 dengan menguji khasiat antidiabetes daun kersen pada 28 tikus pengidap diabetes akibat suntikan aloksan. Pengujian dilakukan selama 15 hari, setiap kali pengukuran kelompok uji terus mengalami penurunan glukosa darah.
Penurunan kadar gula darah dapat disebabkan oleh kandungan dari Daun Kersen yaitu flavonoid. Flavonoid digolongkan dalam beberapa golongan yaitu flavones, flavonols, flavonones, katekin, dan isoflason. Contoh senyawa flavonols yaitu kamferol, kuersetin dan myricetin. Senyawa dari flavonols yang diduga memiliki aktifitas dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah adalah kuersetin. Dimana mekanisme kerja kuersetin dalam menurunkan kadar glukosa darah yakni menjaga sel β pankreas tetap bekerja secara normal. Selain itu flavonoid dapat merangsang penyerapan glukosa pada jaringan perifer dan mengatur kerja enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme karbohidrat (Nirwana A P, 2015).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat tradisional adalah obat – obat yang diolah secara tradisional atau turun-temurun. Obat yang sering digunakan oleh masyarakat adalah tanaman obat seperti temu kuning untuk penurun demam, kumis kucing sebagai penurun demam. Gerson sebagai obat diabetes, kecipluk sebagai obat diabetes. Sere sebagai obat batuk dan demam.
Cara pengolahan tanaman obat di dalam masyarakat sangat sederhana hanya menggunakan alat – alat sederhana dan cara pengolahan yang tak begitu ribet. Tetapi obat – obat tradisional tersebut tidak dapat disimpan lama setelah proses pembuatan selesai. Hanya bias bertahan 12 jam saja. Bias lebih ketika disimpan pada lemari pendingin.
Perbandingan khasiat anatara pengalam masyarakat dengan yang telah diuji di laboratorium sama yang mana memang tumbuhan – tumbuhan tersebut memiliki khasiat seperti yang dirasakan oleh masyarakat hanyasaja masyarakat tidak mengetahui senyawa apa yang berpotensi menyembuhkan tersebut.
3.1 Saran
Saran kepada masyarakat agara lebih membiasakan diri untuk mengonsumsi obat – obat tradisional saat mereka sakit ringan. Dan biasakan untuk tidak bergantung dengan obat – obat moderen saat mereka sakit. Karena alam telah menyediakan semuanya tinggal bagaimana kita sebagai manusia memanfaatkanya dengan baik. Dan disarankan untuk menanam lebih banyak tanaman – tanaman obat di halaman rumah atau membuat TOGA.
DAFTAR PUSTAKA
Brotosisworo, S., 1979. Obat Hayati Golongan Glikosida. Yogyakarta: Fakultas. Farmasi Universitas Gajah Mada.
Dalimartha,S.,2001. Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kadar Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya.
Fauziah. 1999. Temu-temuan & Empon-empon, Budi Daya dan Manfaat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Hamid, A., Hadad, E.A., dan Rostiana, O.. 1991. Upaya Pelestarian Tumbuhan. Obat di BALITRO. Di dalam: Zuhud EAM, editor. Prosiding Seminar. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dan Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan,.
Handayani, L., 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional, 4-6,. Jakarta: Agro Pustaka.
Kartikawati, S.M., 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat. Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu. Sungai Tengah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Muhlisah, F., 2005. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mursito B. 2007. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nirwana. 2015. Biokimia Harper. Edisi ke 27. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Padmasari PD. Astuti KW, Warditiani NK. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Rimpang Bangle (Zingiber Purpureum Roxb. Jurnal Farmasi Udayana.
Retno Atun Khasanah, Eko Budiyanto, dan Nenny Widiani. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Sereh (Chymbopogon Nardus L.) Sebagai Alternatif Anti Bakteri Staphylococcus Epidermidis Pada Deodoran Parfume Spray). Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Rifka Kumala. 2014. Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta : Bumi Medika.
Wijayakusuma, H., 2003. Penyembuhan dengan Tanaman Obat, Edisi Revisi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Widodo W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Malang. Pusat Pengembangan. Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang
Zein, U.. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. http://e-usureporsitory.com. Diakses 29 Maret 2014.
Zuhud, E.A.M.. 2004. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat, pp. 1-15 dalam Zuhud E.A.M dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Jakarta: Lembaga Alam Tropika Indonesia.
Komentar
Posting Komentar